[E-Book] Bunga Rampai Cerpen, Minggu Ke-VII, Agustus 2012

@Cover VII Agustus 2012

Klik gambar untuk melihat dan mengunduh

E-Book Bunga Rampai Cerpen Mingguan

Minggu ke-VII, Agustus 2012

Periode: 05 – 12 Agustus 2012


[E-Book] Bunga Rampai Cerpen Minggu Ke-VI, Juli – Agustus 2012

@Cover VI Agustus 2012

Klik gambar untuk melihat dan mengunduh

E-Book Bunga Rampai Cerpen Mingguan

Minggu ke-VI, Juli – Agustus 2012

Periode: 29 Juli – 05 Agustus 2012


[E-Book] Bunga Rampai Cerpen Minggu Ke-V, Juli 2012

Klik gambar untuk melihat dan mengunduh

E-Book Bunga Rampai Cerpen Mingguan

Minggu ke-V, Juli 2012

Periode: 23 – 29 Juli 2012


[E-Book] Bunga Rampai Cerpen Minggu Ke-IV, Juli 2012

E-Book Bunga Rampai Cerpen Minggu Ke-IV, Juli 2012

Klik gambar untuk melihat dan mengunduh

E-Book Bunga Rampai Cerpen Mingguan

Minggu ke-IV, Juli 2012

Periode: 16 – 22 Juli 2012


[E-Book] Bunga Rampai Cerpen Minggu Ke-III, Juli 2012

Klik gambar untuk melihat dan mendonwload

E-Book Bunga Rampai Cerpen Mingguan

Minggu ke-III, Juli 2012

Periode: 09 – 15 Juli 2012


Majalah Elektronik IFW Writer’s Digest Diluncurkan Hari Ini

IFW Writer’s Digest e-Magz resmi diluncurkan hari ini, Sabtu 30 Juni 2012. Berformat elektronik, majalah ini akan hadir sebulan sekali, dan dapat didownload secara gratis di site-blog resmi IFW.

Terbit dengan 50 halaman, majalah ini berisi 80 persen artikel sastra dan sisanya berbagai artikel mengait kepenulisan secara umum. Menurut rencana, majalah ini akan berangsur terbit berkala hingga upaya menerbitkannya seminggu sekali dapat tercapai.

Untuk membaca dan mendownload majalah ini, silakan klik gambar cover di sisi kanan atas halaman resmi IFW.

IFW Writer’s Digest, Edisi Perdana #1 Juli 2012


Melongok Sedikit “Isi Perut” Novel Garis Merah di Rijswijk

Di buku kesatu dari trilogi Rijswijk ini, kita akan membaca beberapa hal dalam setting Batavia (Betawi), Kwik Tang Kiam, seperti apa jam malam di Passer Senen, Passer Baroe, Kramat Raya. Pelarian Tan Sjahrir di subuh buta, menghindari Marrechaussée Belanda, dan akhirnya berlindung di salah satu rumah warga Betawi di Menteng.

Ada kejadian lucu di Kedai Kopi Acim, di depan Gang Sebelas, saat seorang tentara pelajar dari Kompi IV Komando Gerilya Kota wilayah Kebon Sirih menjemput Makhzam dari persembunyian di Cikini. Juga pertemuan pertama kali Makhzam dengan Sri Yanti.

Aksi-aksi sabotase Malaka dan Makhzam di Solo dan Semarang terhadap tangsi Belanda, saat Komando Pasukan Hijrah bergerak ke Bandung. Menyergap pos-pos dan tangsi logistik Belanda di sekitar kota Cina, Semarang dan merampok kereta api uap DD ALCO yang membawa logistik ke Jogja, membuat Mook, petinggi intelijen militer Belanda, naik pitam dan marah-marah pada Gubernur Jendral Stachouwer.

Malaka dan Makzham dimarahi Gatot Subroto karena mempermainkan Kapten Sanyoto dan menjadikannya lelucon di antara pasukan tentara pelajar, hanya karena lebih cekatan daripada Peleton Intai Tempur milik Sanyoto.

Lalu, percakapan Tan Malaka soal gerak ideologis Marx, dan apa maunya Soekarno pada penyatuan tiga aliran penting pemikiran yang dicampurnya, dan tentang posisi Tjipto dan Douwes Dekker—di sebuah kamar kecil di Jogja. Lalu, sejauh mana peran utusan-utusan Celebes dan Borneo sebelum pertemuan di Des Indes. Ada Rohana yang jago masak dan menjahit, tapi pandai menulis di surat kabar Perempoean Bergerak.

Bagaimana silang pendapat Sjahrir dan Malaka soal okupasi Nippon, dan seperti apa Hatta menengahi pertentangan itu. Pembicaraan dan siasat rahasia yang dibangun Mook, dan rencana Jonkheer Stachouwer membendung arus kepentingan di dalam Casteel Rijswijk. Posisi Amir Sjarifuddin di antara NEFIS dan kaum Calvinis di Kramat 106. Seperti apa permulaan siasat yang di bangun dan ditelusupkan Grand Mason-Zion, yang membonceng dalam setiap upaya Mook dan NEFIS.

Seperti apa nota aliansi sekutu yang diterima NEFIS, soal penimbunan kekuatan armada Nippon di Pasifik Barat Daya membayangi ancaman pada gugus Pulau Savo, Kepulauan Solomon, Kepulauan Santa Cruz, Semenanjung Huon, dan Kepulauan Admiralty. Lalu, pada gugus Guadalcanal, di mana bertebaran area-area yang ditandai bendera kecil berpita merah—Pulau Savo, Solomon Timur, Tanjung Esperance, Kepulauan Santa Cruz, dan Tassafaronga. Dan bendera-bendera kecil berpita biru, di gugus Solomon—Teluk Kula, Kolombangara, Teluk Vella, kawasan laut Vella Lavella, Teluk Kaisar Augusta, dan Tanjung Saint George.

Apa maksud pasukan Nippon pada bendera kecil berpita oranye berstrip kuning, yang ada di area dalam Gugus Guinea Baru: Laut Karang, Kokoda, Buna-Gona, Laut Bismarck, Teluk Nassau, Salamaua-Lae, Semenanjung Huon, Britania Baru, Kepulauan Admiralty, Aitape-Wewak. Dan, area berbendera kecil hijau di wilayah terluar Hindia: Biak, Noemfoor, dan Morotai.

Bagaimana siasat sekutu mengantisipasi pertahanan di wilayah ujung Filipina, Bataan, Selat Badung, Laut Java, Selat Sunda, Pulau Timor, Teluk Leyte, Borneo dan Celebes, yang masuk dalam peta perang Pasifik. Bagaimana kepanikan pemerintah Hindia tentang rencana serbuan Nippon selepas Operasi Selatan—dan mulai memasuki Andalas lewat samudera Hindia.

Lalu, kita ke Benkoelen (Bengkulu), menyimak kisah Soekarno dan Haji Hasan Din. Seperti apa posisi Benkoelen dalam kepentingan dan nafsu penguasaan oleh EIC dan VOC yang masif di sana. **

 

Judul: GARIS MERAH DI RIJSWIJK

(buku kesatu dari Trilogi Rijswijk)

Penulis: Li Loh

Penerbit: Republika, Juni 2012.

ISBN: 978-602-759-504-0

Harga : Rp. 57.500,-

 

Dapatkan di Toko Buku Gramedia

atau Hub. Penerbit Republika (Rida) di: 021-7803747 (ext. 103)

Novel ini ditulis dengan teknik Gonzo-Story


[Buku Baru] Garis Merah di Rijswijk

Garis Merah di Rijswijk, #1

Novel: Garis Merah di Rijswijk (Trilogy #1)

Novel Unggulan Lomba Novel Republika 2012.

GARIS MERAH DI RIJSWIJK

(buku kesatu dari Trilogi Rijswijk)

Penulis: Li Loh

Penerbit: Republika, Juni 2012.

ISBN: 978-602-759-504-0

Harga : Rp. 57.500,-

Dapatkan di Toko Buku Gramedia

atau Hub. Penerbit Republika (Rida) di: 021-7803747 (ext. 103)


IFW Writer’s Digest e-Magazine Diluncurkan Awal Juli 2012

Sebagai perhimpunan penulis yang senantiasa bergerak maju, The Indonesian Freedom Writer, awal Juli 2012, akan meluncurkan majalah elektronik (e-Magazine) yang diberi nama IFW Writer’s Digest, atau Writer’s Digest.

Majalah ini akan terbit sebulan sekali, dan dapat diunduh secara gratis di blog resmi IFW ini.

Memuat karya-karya sastra dan artikel umum lainnya, seperti cerpen, cerita mini, puisi, esai sastra, opini umum, kajian puisi, dll.

Anda dapat mengirimkan karya, tentunya, dengan tetap mengacu pada misi IFW. IFW menghadirkan blog ini, awalnya untuk memacu semangat penulisan dengan mementingkan ide dan gagasan. Dan pada e-Magazine ini, tulisan-tulisan yang akan dimuat harus secara literatif memenuhi syarat redaksi: ditulis dengan bahasa yang baik dan benar (lebih baik jika sastraistik), jelas disampaikan, terukur secara logika, tak memprovokasi, tak SARA.

Untuk beberapa edisi ke depan, redaksi tak memberikan honor untuk setiap tulisan yang dimuat, sehingga itu lebih banyak artikel masih akan diambil dari dokumen panel penulis tetap IFW. Namun, Anda masih tetap bisa mengirimkan tulisan Anda jika ingin.


[Resensi Film] Sang Penari (2011)

Oleh Endah Sulwesi

 

***

Sutradara: Ifa Isfansyah

Skenario: Salman Aristo, Ifa Isfansyah, Shanty Harmayn

Pemain: Oka Antara, Prisia Nasution, Landung Simatupang, Slamet Rahardjo, dll.

Produksi: Salto Films

Durasi: 111 menit

***

Semalam (10/11/2011) saya nonton Sang Penari. Empat jempol untuk penyutradaraan dan akting Oka Antara sebagai Rasus dan Prisia Nasution sebagai Srintil yang sungguh terpuji. Rasanya mereka pantas dicalonkan untuk mendapat Citra di FFI. Jangan lagi Landung Smatupang dan Slamet Rahardjo, nggak heran deh kalau mereka bermain bagus. Yang tak kalah keren adalah Dewi Irawan sebagai Nyai Kertareja. Meski lama tak muncul, aktingnya masih oke. Suasana Dukuh Paruk berhasil dihadirkan bukan saja secara visual tetapi juga diperkuat oleh dialog-dialog dalam bahasa Banyumasan yang medok oleh para pemainnya. Kalau kamu sudah baca novelnya yang dahsyat itu, kamu akan tahu bahwa Ifa sukses menerjemahkan naskah tersebut ke dalam gambar. Tentu, ini bukan pekerjaan mudah jika mengingat novel RDP yang sudah dikenal masyarakat. Selalu ada risiko menuai kritik dari para pembaca setianya.

Sekarang saya mengerti mengapa Pak Ahmad Tohari sebagai penulis novel trilogi itu menangis terharu saat menyaksikan film ini. Sangat berbeda ketika novel yang sama difilmkan oleh Yazman Yazid menjadi Darah dan Mahkota Ronggeng (1983) yang hanya mengekspos masalah seksnya dengan Enny Beatrice sebagai  Srintil. Saat itu, Enny Beatrice terkenal sebagai artis yang kerap bermain dalam film-film hot. Saking kecewanya, Ahmad Tohari tidak pernah sudi meyaksikan film tersebut. Sampai sekarang pun. Namun, Ifa telah membayar semua kekcewaan Pak Toh lewat Sang Penari.

Jika hendak bersetia dengan novelnya, awal mula Srintil menjadi ronggeng seharusnya pada usia dua belas, ketika ia menadapat haid pertama kali. Tetapi, dengan pertimbangan moral, Ifa memutuskan sedikit mengubah bagian itu dengan Srintil yang sudah berusia 17. Keputusan yang bijak, saya rasa.

Ya, ini kisah yang sarat tradisi lokal, tentang seorang ronggeng di Dukuh Paruk. Ronggeng itu bernama Srintil. Di Dukuh Paruk yang miskin, keberadaan ronggeng adalah sebuah keharusan sekaligus anugerah turun temurun. Ronggeng terakhir tewas beserta beberapa warga dukuh yang lain akibat keracunan tempe bongkrek bikinan ayah Srintil  Srintil waktu itu masih bocah ingusan. Ayah ibu Srintil akhirnya juga ikut mati oleh tempe buatan mereka sendiri. Untunglah, Srintil selamat. Kemudian dia diasuh oleh kakeknya (Landung Simatupang).

Srintil memiliki sahabat, Rasus namanya. Mereka tumbuh bersama dan tanpa sadar benih-benih cinta telah turut bersemi seiring beranjaknya usia mereka. Jika Rasus mengisi waktunya dengan bekerja sebagai buruh tani di kebun singkong, Srintil diam-diam memendam hasrat untuk menjadi ronggeng yang telah lama tiada di dukuh mereka. Meski Rasus tak setuju dengan cita-cita Srintil, tetapi takdir lebih berkuasa menjadikan Srintil sebagai penari. Maka, pada waktu yang telah ditentukan, digelarlah upacara penobatan Srintil sebagai ronggeng. Selain harus menari, dalam upacara itu dia juga harus melewati ritual “bukak klambu”.  Dalam ritual ini keperawanan Srintil dilelang dan akan diserahkan kepada penawar tertinggi.

Rasus yang cemburu tak sanggup membayangkan gadis yang dicintainya itu melakukan ritual bukak klambu. Dia lalu menemui Srintil yang menyambutnya dengan gairah yang sama. Di dalam kegelapan kandang kambing, Srintil dan Rasus menyatukan tubuh dan cinta mereka.

Dan selanjutnya, Srintil menjelma ronggeng yang dicintai Dukuh Paruk. Rasus yang tetap tak sepakat, memilih meninggalkan kampungnya dan kemudian menjadi tentara.

Seiring perkembangan politik tanah air masa itu, Dukuh Paruk tak luput dari jangkauan partai komunis. Kemiskinan dan kebodohan orang-orang di desa itu adalah sasaran empuk bagi propaganda partai yang berpaham kerakyatan itu. Bakar berhasil mendapatkan pengikut melalui jargon “semua untuk rakyat”, termasuk kesenian. Termasuk ronggeng.

Srintil yang lugu dan hanya tahu menari pada akhirnya harus menanggung akibatnya. Ketika pecah kaos pada 1965, bersama orang-orang Paruk, Srintil ditangkap dan ditahan. Ironisnya, petugas/tentara yang melakukan penangkapan itu salah satunya adalah Rasus.

Percintaan Rasus dan Srintil yang menjadi sentral cerita tergarap dengan baik, tidak terjerumus menjadi adegan-adegan seks yang murahan atau meratap-ratap. Begitu pun untuk bagian huru-hara politik 1965. Ifa menampilkan kehadiran PKI di Dukuh Paruk lewat sosok Bakar (Lukman Sardi), seorang anggota PKI, dan warna merah pada beberapa properti (caping, selendang, ikat kepala, spanduk). Seingat saya tidak satu kali pun kata “PKI” terucap, bahkan oleh para tentara yang melakukan “pembersihan” di Dukuh Paruk itu.

Detailnya juga cukup rapi. Setting tahun 1950-1960-an hadir tanpa canggung melalui kostum para pemain, mobil-mobil, truk tentara, angkutan umum, sepeda, motor, rumah, jalan, dan pasar.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada Ifa Isfansyah, Oka Antara, Prisia Nasution, Salman Aristo (penulis skenario), dan seluruh kru film Sang Penari yang telah bekerja dengan baik menciptakan karya sinema bermutu ini. Film Ifa selanjutnya yang akan tayang akhir Desember ini adalah Ambilkan Bulan (Mizan Productions) ***