Tag Archives: cina

Melongok Sedikit “Isi Perut” Novel Garis Merah di Rijswijk

Di buku kesatu dari trilogi Rijswijk ini, kita akan membaca beberapa hal dalam setting Batavia (Betawi), Kwik Tang Kiam, seperti apa jam malam di Passer Senen, Passer Baroe, Kramat Raya. Pelarian Tan Sjahrir di subuh buta, menghindari Marrechaussée Belanda, dan akhirnya berlindung di salah satu rumah warga Betawi di Menteng.

Ada kejadian lucu di Kedai Kopi Acim, di depan Gang Sebelas, saat seorang tentara pelajar dari Kompi IV Komando Gerilya Kota wilayah Kebon Sirih menjemput Makhzam dari persembunyian di Cikini. Juga pertemuan pertama kali Makhzam dengan Sri Yanti.

Aksi-aksi sabotase Malaka dan Makhzam di Solo dan Semarang terhadap tangsi Belanda, saat Komando Pasukan Hijrah bergerak ke Bandung. Menyergap pos-pos dan tangsi logistik Belanda di sekitar kota Cina, Semarang dan merampok kereta api uap DD ALCO yang membawa logistik ke Jogja, membuat Mook, petinggi intelijen militer Belanda, naik pitam dan marah-marah pada Gubernur Jendral Stachouwer.

Malaka dan Makzham dimarahi Gatot Subroto karena mempermainkan Kapten Sanyoto dan menjadikannya lelucon di antara pasukan tentara pelajar, hanya karena lebih cekatan daripada Peleton Intai Tempur milik Sanyoto.

Lalu, percakapan Tan Malaka soal gerak ideologis Marx, dan apa maunya Soekarno pada penyatuan tiga aliran penting pemikiran yang dicampurnya, dan tentang posisi Tjipto dan Douwes Dekker—di sebuah kamar kecil di Jogja. Lalu, sejauh mana peran utusan-utusan Celebes dan Borneo sebelum pertemuan di Des Indes. Ada Rohana yang jago masak dan menjahit, tapi pandai menulis di surat kabar Perempoean Bergerak.

Bagaimana silang pendapat Sjahrir dan Malaka soal okupasi Nippon, dan seperti apa Hatta menengahi pertentangan itu. Pembicaraan dan siasat rahasia yang dibangun Mook, dan rencana Jonkheer Stachouwer membendung arus kepentingan di dalam Casteel Rijswijk. Posisi Amir Sjarifuddin di antara NEFIS dan kaum Calvinis di Kramat 106. Seperti apa permulaan siasat yang di bangun dan ditelusupkan Grand Mason-Zion, yang membonceng dalam setiap upaya Mook dan NEFIS.

Seperti apa nota aliansi sekutu yang diterima NEFIS, soal penimbunan kekuatan armada Nippon di Pasifik Barat Daya membayangi ancaman pada gugus Pulau Savo, Kepulauan Solomon, Kepulauan Santa Cruz, Semenanjung Huon, dan Kepulauan Admiralty. Lalu, pada gugus Guadalcanal, di mana bertebaran area-area yang ditandai bendera kecil berpita merah—Pulau Savo, Solomon Timur, Tanjung Esperance, Kepulauan Santa Cruz, dan Tassafaronga. Dan bendera-bendera kecil berpita biru, di gugus Solomon—Teluk Kula, Kolombangara, Teluk Vella, kawasan laut Vella Lavella, Teluk Kaisar Augusta, dan Tanjung Saint George.

Apa maksud pasukan Nippon pada bendera kecil berpita oranye berstrip kuning, yang ada di area dalam Gugus Guinea Baru: Laut Karang, Kokoda, Buna-Gona, Laut Bismarck, Teluk Nassau, Salamaua-Lae, Semenanjung Huon, Britania Baru, Kepulauan Admiralty, Aitape-Wewak. Dan, area berbendera kecil hijau di wilayah terluar Hindia: Biak, Noemfoor, dan Morotai.

Bagaimana siasat sekutu mengantisipasi pertahanan di wilayah ujung Filipina, Bataan, Selat Badung, Laut Java, Selat Sunda, Pulau Timor, Teluk Leyte, Borneo dan Celebes, yang masuk dalam peta perang Pasifik. Bagaimana kepanikan pemerintah Hindia tentang rencana serbuan Nippon selepas Operasi Selatan—dan mulai memasuki Andalas lewat samudera Hindia.

Lalu, kita ke Benkoelen (Bengkulu), menyimak kisah Soekarno dan Haji Hasan Din. Seperti apa posisi Benkoelen dalam kepentingan dan nafsu penguasaan oleh EIC dan VOC yang masif di sana. **

 

Judul: GARIS MERAH DI RIJSWIJK

(buku kesatu dari Trilogi Rijswijk)

Penulis: Li Loh

Penerbit: Republika, Juni 2012.

ISBN: 978-602-759-504-0

Harga : Rp. 57.500,-

 

Dapatkan di Toko Buku Gramedia

atau Hub. Penerbit Republika (Rida) di: 021-7803747 (ext. 103)

Novel ini ditulis dengan teknik Gonzo-Story


[Buku Baru] Gadis Portugis

Gadis Portugis (Mappajarungi Manan)

Judul: Gadis Portugis

Penulis: Mappajarungi Manan

Tebal: 440 halaman; 14x20cm

Tahun terbit: Juli 2011

Harga : Rp.50.000

Penerbit: Penerbit Najah

ISBN: 978-602-978-800-6

***

Ada geletar rindu dalam gelegar perang yang sama-sama dahsyat dalam novel ini!

Saat geletar-geletar cinta itu tumbuh, genderang perang tiba-tiba terdengar demikian keras dan mengerikan…

Perempuan yang tidak memilih jalan pulang

***

Pada abad keenam belas, Kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaannya di tangan sang raja besar dan karismatik, Sultan Hasanuddin! Di bawah kekuasaannya, Pelabuhan Makassar menjadi bandar internasional yang sangat ramai. Berbagai suku bangsa, seperti Portugis, Spanyol, Inggris, Cina, Arab, dan Melayu hidup serta menetap di sana. Kondisi ekonomi Gowa demikian makmur.

Salah satu pahlawan yang berperan penting dan berdiri di balik kejayaan tersebut adalah Karaeng Caddi, seorang pemuda pintar dan gagah berani, putra bangsawan Karaeng Pallangga. Kendati pun masih muda, tapi telah beberapa kali ia dipercaya sang Sultan memadamkan pemberontakan di daerah-daerah taklukkan Gowa.

Selain ketangkasannya dalam berperang, ia juga luwes bergaul dengan pembesar-pembesar dan konglomerat-konglomerat dari berbagai bangsa. Sampai akhirnya, ia dipertemukan dengan putri seorang pembesar Portugis yang bernama Elis Pareira. Benih-benih cinta pun muncul di antara mereka. Begitu kuatnya cinta mereka, Karaeng Ceddi bahkan sanggup melanggar batas adat-istiadat yang dipegangnya selama ini demi hubungan asmara secara sembunyi-sembunyi.

Apa yang kemudian terjadi? Bagaimana nasib cinta mereka saat perang besar berkobar antara Gowa dengan Belanda yang dibantu Bone, Butung, Bacan, Tidore, dan Ambon?

Inilah novel yang berhasil meramu unsur heroisme dan cinta dalam setting sejarah Makassar dengan sangat menarik!

***

INILAH kisah gadis yang terseret cinta di medan perang. Bangsawan Palangga jatuh cinta kepada seorang gadis Portugis. Lelaki gagah berkumis tipis dan berkulit putih itu adalah putra penguasa di wilayah Palangga bernama Karaeng Caddi.

Ia jatuh cinta kepada putri bangsawan Portugis Benyamin Pareira bernama Elis. Keluarga terpandang asal Portugis ini tinggal di kawasan Paotere. Keluarga ini pedagang sukses yang mengumpulkan rempah-rempah dari Maluku.

Di dalam novel sejarah berjudul Gadis Portugis ini, getar-getar cinta itu tumbuh ketika genderang perang sedang ditabuh. Belanda terus berusaha mengacaubalaukan Kerajaan Gowa. Karaeng Caddi dan Elis semakin sulit dipisahkan. Pasangan ini berusaha mendobrak tradisi kuat masing masing keluarga.

Kedua orangtua Elis tidak setuju anaknya menikah dengan Karaeng Caddi yang terkenal sebagai putra mahkota di wilayah Palangga. Terutama ayah Elis, Benyamin Pareira ingin anaknya mendapat jodoh dari kalangan Portugis pula.

Sebaliknya Karaeng Caddi yang juga ketat dengan adat, justru melawannya. “Adat Makassar tidak ada yang secara tertulis menghalangi cinta lain bangsa. Pemuda-pemuda Gowa bebas menentukan jodohnya,” kata Karang Caddi ketika seorang temannya mengingatkan.
Belanda bersama sekutunya berhasil menyerang Kerajaan Gowa. Orang-orang Portugis dipaksa meninggalkan Makassar termasuk kedua orangtua Elis. Anak-anak termasuk Elis mengungsi ke gereja.

Karaeng Caddi dan karaeng-karaeng lainnya masih berusaha melakukan perlawanan meski Perjanjian Bongaya sudah ditandatangani. Elis pun malahan memimpin pasukan perempuan melakukan perlawanan.

Ketika perang mereda, Karang Caddi pulang ke Palangga bersama Elis. Karaeng Palangga bersama istrinya kaget bukan kepalang melihat anaknya membawa serta seorang gadis.
Setelah dijelaskan, kedua orangtua Karaeng Caddi ikut gembira. Tetapi persoalannya, kekasih anaknya itu berbeda agama. Namun karena cinta yang telah membara Elis pun ikhlas mengikuti agama pacarnya sehingga mereka pun melanjutkan jalinan cinta ke pelaminan. (Tasman Banto/Tribun Timur: Putra Mahkota Palangga Mencintai Gadis Portugis)

***

PADA abad keenam belas, Kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaannya di tangan sang raja besar dan karismatik, Sultan Hasanuddin! Di bawah kekuasaannya, Pelabuhan Makassar menjadi bandar internasional yang sangat ramai. Berbagai suku bangsa, seperti Portugis, Spanyol, Inggris, Cina, Arab, dan Melayu hidup serta menetap di sana. Kondisi ekonomi Gowa demikian makmur.

Dan, tahukah Anda bahwa salah satu pahlawan yang berdiri di balik kejayaan tersebut adalah peran penting Karaeng Caddi, seorang pemuda pintar dan gagah berani, putra bangsawan Karaeng Pallangga. Kendati pun masih muda, tapi telah beberapa kali ia dipercaya sang Sultan memadamkan pemberontakan di daerah-daerah taklukkan Gowa.

Selain ketangkasannya dalam berperang, ia juga luwes bergaul dengan pembesar-pembesar dan konglomerat-konglomerat dari berbagai bangsa. Sampai akhirnya, ia dipertemukan dengan putri seorang pembesar dari Portugis yang bernama Elis Pareira. Benih-benih cinta pun muncul di antara mereka. Saking kuatnya debaran-debaran perasaan tersebut, Karaeng Ceddi melanggar batas-batas adat-istiadat yang telah dipegangnya bertahun-tahun dengan melakukan hubungan asmara secara sembunyi-sembunyi.

Lantas, apa yang terjadi kemudian? Terutama saat perang besar meletus antara Gowa dengan Belanda yang dibantu Bone, Butung, Bacan, Tidore, dan Ambon?

Penulis novel ini yang memiliki pengalaman panjang sebagai seoang jurnalis, baik di dalam negeri maupun di mancanegara, meramu kisah di dalam novel ini dengan penuh kesabaran. Bahkan pembaca seolah-oleh dibawa mengimajinasikan suasana dan konflik yang terjadi di abad keenam belas tersebut.

Inilah novel yang berhasil meramu unsur heroisme dan cinta dalam setting sejarah Makassar dengan sangat menarik! Saat geletar-geletar cinta itu tumbuh, genderang perang tiba-tiba terdengar demikian keras dan mengerikan. (Rul/Wartakota: Novel Gadis Portugis)