Tag Archives: di

[E-Book] Bunga Rampai Cerpen, Minggu Ke-VII, Agustus 2012

@Cover VII Agustus 2012

Klik gambar untuk melihat dan mengunduh

E-Book Bunga Rampai Cerpen Mingguan

Minggu ke-VII, Agustus 2012

Periode: 05 – 12 Agustus 2012


TOP 15 Rumah Makan yang Saya Suka Di Jakarta

Oleh Ade Anita

 

HEHEHE… ini bukan promosi, tapi saya pingin aja nulis ini. Nggak ada hubungannya dengan pesan sponsor atau iklan rumah makan. Just pingin…. no reason.

Ada beberapa kriteria yang saya pilih jika ingin memilih rumah makan dan akhirnya memutuskan untuk mampir lagi lain waktu jika ada rezeki dan kesempatan. Beberapa kriteria itu adalah:

1. Tidak boleh ada kucing yang berkeliaran di rumah makan itu.

Ini harus dan hukumnya wajib. Seenak apapun rasanya makanan yang dihidangkan, semurah apapun harganya, tapi kalau ada kucing yang berkeliaran dengan bebas dan penjual atau pemilik rumah makan tersebut juga cuek banget dengan mondar-mandirnya kucing tersebut di rumah makan miliknya… hmm… biasanya saya malas untuk datang dan mampir lagi disana. Bukan apa-apa, tapi karena saya geli, sebel, takut sama kucing. Walhasil, saya jarang banget deh makan di warteg atau tenda-tenda seafood di pinggir jalan atau tempat terbuka lainnya. Tapi bukan nggak pernah sama sekali sih. Kadang, kalau terpaksa ya makan juga…. tapi, jangan diketawain kalau kedua kaki saya naik ke atas kursi dan kepala ini celingak celinguk penuh kewaspadaan untuk mengintai…. “musuhku mendekat nggak ya?”…. dan, yang nemenin saya makan, harus rela dan ikhlas membantu mengusir kucing-kucing yang datang mendekati saya.

2. Tidak boleh ada perbedaan gender dalam pemberian makanan.

Hahahaha….. Iya deh ngaku; saya makannya banyak. hehehe…. Jadi paling sebel kalau tukang ngasih nasi di sebuah rumah makan melihat keperempuanan saya ketika menakar nasi. Mentang-mentang perempuan dikasi nasinya sedikit…

” Ihhh…. emangnya aku cewek apaan?”

Akhirnya, untuk menyelesaikan masalah bias gender seperti ini, terpaksalah, suami saya yang maju duluan dan mengatakan kalimat ajaibnya, “Mas, nasinya satu.” Nanti, kalau si mas tukang takar nasi dah masukin nasinya ke piring, barulah saya maju dan memilih lauk. Nggak peduli dengan kedua alis si tukang takar yang bertautan keheranan.

3. Rumah makan itu, harus punya kursi dengan sandaran belakang.

Bukan apa-apa, tapi ini lebih karena saya punya seorang balita yang banyak gerak. Jadi, kalau bangkunya tidak punya sandaran belakang, waaahh… bisa-bisa keasyikan makan terganggu karena sepanjang waktu saya harus memegang punggung anak balita saya agar tidak terjatuh ke belakang.

Solusi: Boleh aja nggak punya kursi dengan sandaran belakang, tapi, “mas, bagi kursi bayi dong.”

4. Menyediakan teh manis.

Mau es teh manis boleh, mau teh manis hangat boleh, teh botol atau teh kotak juga nggak nolak. Yang penting nyediain. Dulu, saya suka mampir ke Chow King, tapi sejak mereka menghilangkan menu teh botol dan teh kotaknya… Huff… terpaksa saya mencoret Chow King dari daftar rumah makan yang bisa disinggahi.

5. Kalau bisa sih, rumah makan itu nyediain masjid atau mushalla atau dekat dengan masjid atau mushalla. Maklum, pepatah mengatakan “lebih baik makan ingat shalat daripada shalat ingat makan.”

DAN, INILAH TOP 15 RUMAH MAKAN YANG SAYA SUKA:

1. Food Hall.

Baik yang ada di Grand Indonesia maupun yang di Senayan City. Tempatnya tepat di depan konter ikan segar. Jadi, kita pilih ikan segar yang mereka jual, lalu minta mereka untuk memasaknya. Ada beberapa pilihan, bisa digoreng, dibakar, goreng tepung, dll. Rasanya enak (karena asli fresh), nasinya banyak, tempatnya nggak sumpek dan nggak harus rebutan bangku atau tunggu-tungguan bangku karena emang nggak terlalu ramai.

Sedikit catatan: jika kalian termasuk golongan orang yang memiliki perasaan yang halus, mungkin nggak usah dilihat adegan kekerasan terhadap ikan yang baru saja kalian pilih. Keponakan saya pernah menangis melihat ikan yang sedang asyik berenang dipilihnya lalu dibawa ke dapur dan… BRET….terjadi adegan kekerasan sebelum ikan itu berubah jadi makanan yang lezat.

2. Pondok Makan Mirah di Daerah Tebet Barat.

Ada dua cabang, tapi saya lebih suka yang di belakang puskesmas tebet barat.

3. Solaria.

Sebenarnya, makanan yang dijual dengan waralaba solaria ini termasuk makanan chinese food biasa sih. Kelebihannya satu dan ini buat saya pengaruh banget: Porsinya Banyak, harganya sedang, tempatnya cozy. Jadi, mantap deh.

4. Mang Engking.

Adanya tepat di depan asrama mahasiswa UI Depok. Menu andalan mereka udang bakar madu. Tapi menu lain enak2 juga sih. Dan satu hal, meski tempatnya terbuka, kucing-kucing tidak berkeliaran dengan bebas di sini. Jadi, meski makan olahan ikan, tapi nggak perlu kewaspadaan tinggi.

5. Laksana.

Dulu, awal-awal banget saya dibawa ke rumah makan sunda yang ada di daerah Melawai ini, saya nggak beigtu suka karena bangkunya cuma papan panjanga di atas empat kaki kayu. Belum lagi kucing masih suka bebas berkeliaran. Tapi, mereka terus bebenah dan sekarang, kursinya sudah bersandaran, kucing juga dilarang masuk… jadilah dia mantap. Karena, dasarnya emang rasa masakan sunda mereka belum bisa dikalahin sama rumah makan sunda lainnya menurut saya. Belum lagi porsinya yang hmm.. buanyak.

6. Nasi Kebuli di Daerah Condet.

Ada dua tempat yang menjual nasi kebuli kambing di condet, yaitu Abu Salim dan Puas. Keduanya enak. Daging kambingnya banyak, empuk dan bumbunya ngeresep serta nggak alot, nasinya juga banyak (eh, sebenarnya banyakan yang porsi dua tahun yang lalu sih… sekarang sudah agak berkurang sedikit, tapi, lumayan lah. Mungkin kena imbas krisis global).

7. Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih.

Untuk rasa, nasi goreng kambing Kebon Sirih belum ada yang menandingi. Itu menurut saya setelah mencoba di banyak nasi goreng kambing yang kebetulan dilewati.

8. Rumah Makan Mak Pinah.

Ini rumah makan yang menyediakan masakan khas sunda yang ada di jalan Kapt. Tendean. Nasi bakarnya belum ada yang bisa mengalahkannya.

9. Saung Galah.

Lokasinya tepat di depan supermarket Santa. Tempatnya enak, tenang, teratur, kursinya empuk, ac-nya dingin, bumbunya pas.

10. Nyai Kuring.

Sebenarnya, untuk rasa, Nyai Kuring lebih enak daripada Saung Galah, tapi terpaksa saya meletakkan rumah makan yang terletak di daerah Buncit ini di bawah Saung Galah karena satu hal: suka nyetel musik dengan volume yang terlalu keras. Bayangkan, sebagai seorang ibu, saya terbiasa mengatakan ini kepada anak saya, “Arna nambah ya?” Nah.. karena volume musiknya disetel kekerasan terpaksa saya berteriak. “ARNA NAMBAAAAH!”
waaaa…. kok jadi serasa interlokal dan rada-rada militer ngomongnya. Merusak citra seorang ibu yang seharusnya lemah lembut… (jiaaaaaaaaaaaaaaaa…hahahahahaha)

10. Pizza Hut.

Hmm.. sedih jika mengenang Pizza yang satu ini, karena dokter baru saja memberi batasan agar saya mengurangi makanan yang ada keju di atasnya. Hiks. Apa jadinya pizza tanpa taburan keju?

11. Chicken Rice Shop.

Nasi hainamnya enak, begitu juga olahan berbagai macam ayamnya. Sayurnya juga enak. Enak-enak semua deh.

12. Mie tarik.

Kadang, proses pembuatan mie yang bisa kita saksikan langsung itu yang membuat makanan ini terasa nikmat. Rela nungguin si abang narik-narik buat manjangain mie. Kenyalnya mie mereka beda dengan mie rumah makan lain.

13. Rumah Makan Padang Sederhana

Cabang manapun, rumah makan ini sama enaknya.
14. Rumah Makan Manado halal.

Saya suka makanan manado, karena variasi pedasnya banyak dan tidak terlalu pedas.

15.Kebab Piccolino.

Ini menu wajib kalau sedang berbuka puasa di Masjid Al Azhar… kebabnya besar dan enak. Puassss banget makannya. Kenyang lagi. Meski hanya sebuah kebab saja.

Ya itu dia rumah makan yang saya suka dan biasanya suka dimampiri lebih sering ketimbang rumah makan yang lain. Di antara mereka ada juga sih resto paforit tapi jadwal kunjungan ke tempat2 tersebut tidak sesering 15 di atas. Diantara mereka adalah sate domba tebet, sate domba casablanca, gado2, KFC, Gajam Mada, KOnro Maming Daeng Tata, dll.

Sebenarnya ada satu makana paforit waktu saya masih kecil yang saya suka tapi sekarang udah nggak ketemu lagi dimana yang jual makanan ini, yaitu sate buntel. Ada yang tahu?

[]


Ada Sungai di Dadamu

Oleh Syaiful Alim

Ada Sungai di dadamu
mencintai segala musim
wahana berenang ikan-ikan rindu
doa dan dosa yang mukim.

Ada Sungai di dadamu
basahi nganga luka bunda
masam susu sabda
malam gerhana minta ketemu.

Ada Sungai di dadamu
alirkan takdir Penyair ke laut
karena melulu disindir lendir jemu
tak satu pun desir rindu terbalut.

Ada Sungai di dadamu
ingatkan masa kanak
telanjang berenang bersama katak
dan bersorak senang dicium gadis pemalu.

Ah, masa lalu
aku mau ulang mandi di sungaimu
telanjang renangi genang kenang yang benalu.

Khartoum, Sudan, 2010.

[]