Oleh Syaiful Alim
Kautanya berapa kupunya selimut
pembalut kalut, kangen melumut.
Aku selalu tidur telanjang, Sayang
supaya kian menghargai kain dan benang.
Kautanya kenapa kusuka luka
tanpa sesuatu apa, ketika diterkam terka.
Aku butuh utuh sentuh aduh
daripada tak sudah seduh sedih.
Kautanya apa kaucinta wanita jelita
seribu depa puja, tak dikekalkan kata.
Sejuta kuberkata, tampan dan jelita
itu telaga juga jelaga kita.
Kautanya apakah kauurung mencintaiku
jika kusuka murung, meraung di ruang kamar.
Ha ha bukankah aku selalu
riang memeluk rindumu yang meriang dan memar.
Kautanya kapan masa depan kita cerah
banyak anak negeri gerah.
Begini saja, jalani masa kini ini
dengan nulis sunyi atau bertani.
Kautanya adakah dada
terima duda, dicerai derai ceria.
Hmm, bibirku seolah panas sebab lada
jawab trauma, belajarlah pada Bunda Maria.
Kautanya siapa aku
Cukup, kukecup dulu bibirmu.
[]
Khartoum, Sudan, 2010.