Oleh Dwi Klik Santosa
Menjelang pagi yang sunyi dan atis.
Guk … guk … guuuukkk
Kugigit benda mungil itu
Kularikan. Kusembunyikan
Ngik … ngikk … nggiikkk
Dengan melotot mahkluk bagus, temanku itu
menghardikku
“Hei, Pleki. Kamu nakal, ya.
Sini kembalikan pena itu
Nanti pekerjaanku tak sudah-sudah.”
***
Pagi yang segar dan mulai panas.
Guk … guukkk … guuukkkkk
Kugigit dan kuseret sepatu kulit yang belel itu
Menuju makhluk bagus, temanku itu
“Aduh, Pleki. Terima kasih, ya.”
Guk … guuukk … guuuuukkkk
Kukibaskan ekorku. Kurapatkan tubuhku
mengendusi kaki makhluk bagus, temanku itu
“Pleki, aku berangkat kerja dulu, ya.
Jaga rumah baik-baik.”
***
Senja yang merah memburat.
Guk … guk … guuuuukk
Menjulur-julur lidahku. Meliur-liur mulutku
Kapankah ia tiba mewartakan suka?
Guk … guk …. Guuuukkk
Melompat-lompat, meloncat, aku menubruk
Aha, inilah dia makhluk bagus, temanku yang baik hati
Ia datang padaku membawakan semungil tulang istimewa
***
Malam yang lelap dan hening.
Guk … guk … Guukkkk
Kuendusi bau yang asing dan misteri
Kiranya penjahat akan menyatru rumah ini
Kaing … kaiiing … kaiiiiiiing
Secepat itu, badik ini menancap kuat di tubuhku
Ngik …..
tapi syukurlah, makhluk asing dan jahat itu enyah sudah
… Ngik … ngik … ngik …???
..Ngiii …..
“Oh, Pleki. Kenapa engkau ini.”
… iiik….. !!
“Plekiii …..”
Kata-kata si laki-laki, tertahan
Terpaku, tertegun ia
Menatap, mengelus-elus sosok sohib kinasih
“Engkau seperti Rambo dalam pemahamanku.”
Gumamnya lirih. Berkaca-kaca matanya.
Zentha
19 Juni 2010
: 10.3o