Oleh Ade Anita
APA kalian percaya bahwa mukjizat (dalam kamus bahasa Indonesia, mukjizat diartikan sbg keajaiban yg terjadi diluar kemampuan nalar pikiran manusia) itu ada? Sebaiknya percaya. Mukjizat itu memang nyata ada.
Semalam, aku dan keluargaku kedatangan tamu istimewa. Amat sangat istimewa. Sebuah keluarga yang baru saja merasakan mendapat mukjizat dari Allah.
Bukan. Mereka bukan sebuah keluarga kaya raya yang mendapat karunia kenikmatan lain di dunia ini.
Juga bukan keluarga yang mendapat hadiah lottere.
Tapi sebuah keluarga miskin, dimana ratu keluarganya, bekerja membantuku menyeterika pakaian.
Ya. Ini adalah keluarga miskin dengan tiga orang anak yang masih kecil. Sang ibu bekerja sebagai buruh cuci seterika; sedangkan ayah menjadi petugas instalasi listrik lepasan (tukang pasang kabel jika ada orang yang ingin membangun rumah. Dia tidak sama dengan petugas PLN dan memang tidak bekerja di PLN. Mereka umumnya termasuk kategori tukang bangunan, hanya saja spesiallisasinya di pemasangan instalasi listrik).
Pada bulan Februari lalu, aku memasang status di facebookku ini dengan bunyi seperti ini:
Innalillahi wainna ilaihi rajiun … anaknya mbak yg suka bantuin aku nyetrika jatuh dari atap KRL di cawang…kepala bagian belakangnya pecah, skrg di ICU rs tebet..semoga diberi yg terbaik oleh Allah SWT.
[24 February at 19:03 via Mobile Web • Comment • Like]
Jujur.. waktu itu aku tidak dapat berharap banyak pada kondisi si anak.
Ade Anita
jam lima sore tadi.. rs tebet minta 30 juta utk operasi penyelamatan…si mbak lari sana lari sini cari bantuan, suaminya hanya kuli bangunan. aku bingung mo ngomong apa, krn aku tahu, kecuali mukjizat Allah datang, jikapun operasi berhasil dilakukan dan si anak selamat; si anak akan jd spt zombie..otak belakangnya rusak parah..hiks..hiks… ..
[24 February at 19:20]
Ade Anita
tabah bgt..dia dtg ke rumahku tanpa air mata, “bu, saya ikhlas dgn kondisi anak saya skrg, benar-benar ikhlas..meski baru 12 tahun saya bersamanya..baru tadi pagi saya mengantarnya sekolah…” lalu si mbak mencium tanganku dgn tangan gemetar lalu tiba2 menangis di atas punggung tanganku..”Ya Allah, apa salah saya? Apa saya kurang sabar selama ini? Kenapa saya selalu diuji dgn penderitaan?”….sedih bgt…air mata si mbak memenuhi punggung tanganku
[24 February at 19:27 ]
Dan semalam si ibu, anaknya dan neneknya datang ke rumahku.
Subhanallah… aku asli kehabisan kata-kata. Semalam itu benar-benar merupakan sebuah pemandangan betapa besarnya kekuasaan Allah pada seseorang. Subhanallah…Allahu Akbar.
Susah payah rasanya menyimpan rasa haru dan takjub. Benar-benar luar biasa.
Kepalanya sekarang peyang sebelah. Jadi, kejadiannya begini. Pulang sekolah, karena kereta api penuh, maka teman-teman anak tersebut mengajak anak itu naik ke atas atap gerbong kereta api.
“Gri, ayo naik ke atas. Cemen lu kagak berani datang. Ayo. Kagak ape-ape lagi. Ayo, pengecut lu!”
Semula anak ini tidak mau naik ke atas. Dia hari itu sedang tidak enak badan memang. Sebenarnya, semalam dia sudah minta dikerok oleh ibunya. Lalu pagi-pagi minta ijin untuk tidak masuk sekolah. Tapi si ibu meminta dia untuk bersekolah. Dengan naik kendaraan umum, si ibu pagi-pagi mengantarkan anaknya bersekolah. Anak ini adalah anak tertua dan laki-laki. Harapan keluarga tentu berada di pundaknya. Tapi pulang sekolah, ledekan teman-temannya tidak dapat dihadapinya seorang diri. Tidak ada lagi ibu yang dapat mendampinginnya terus menerus dan menjauhkannya dari ledekan dan ajakan buruk teman-temannya. Maka, karena tidak mau dianggap pengecut dan cemen, anak inipun naik ke atas gerbong kereta api.
Ternyata di atas gerbong kereta api, angin cukup kencang. Tubuhnya yang sedang tidak enak badan ini terasa tidak enak. Perutnya terasa mual dan dia mulai merasa menggigil. Teman-temannya pun datang lagi.
“Kenapa lu? Dingin. Ini…. rokok. Merokok aja biar nggak dingin.” Anak ini belum pernah merokok sebelumnya. Dia baru kelas satu SMP.
“Hei, pengecut lu. Ayo cepat. Enak, bikin elu jadi bersemangat dan kuat. Lagian bukan laki-laki kalau nggak merokok.” Maka, diapun merokok dan lalu batuk-batuk dengan sukses. Kepalanya makin pusing tapi laju kereta telah memabwanya sampai di tujuan. Kereta berhenti di Stasiun Cawang. Ini tujuan perhentian mereka. Satu persatu anak-anak inipun turun dari kereta api dengan cara melompat ke bawah. Hup.
Tapi anak ini tidak pernah bisa sukses melompat. Kepalanya terantuk teralis atap stasiun kereta api.
DUG.
Tepat mengenai tulang kepala samping, dan otak besarnya pun terpukul keras. Amat keras. Tengkoraknya retak, tapi darah yang keluar tidak terlalu banyak. Hanya saja, si anak langsung pingsan.
“Satu jam anak saya tidak diapa-apakan di RS Bxxxxx.”
“Kenapa?”
“Karena tidak ada yang tahu siapa keluarga yang menanggungnya.”
“Loh? Teman-temannya kemana?”
“Kabur semua. Mereka pada takut semua. Jadi langsung pada kabur. Baru deh setelah satu jam tergeletak, ada salah seorang temannya yang merasa bersalah lalu datang ke stasiun ngasih tahu bahwa dia tahu sekolah dimana si korban. Akhirnya, satu jam kemudian, pihak stasiun Cawang mendatangi sekolah ini anak. Membongkar semua file data siswa, satu jam kemudian barulah diketahui dimana rumah orang tua korban dan barulah saya bisa mendatangi anak saya ke rumah sakit. Dan Masya Allah bu, saya hampir tidak mengenali anak saya sendiri. Wajahnya membengkak, suaranya seperti orang digorok… grkk…grkk…grk…… Dada, bibir, pipi, leher semuanya berwarna biru tua hampir kehitaman. Rupanya karena tidak ada perlakuan apapun di rumah sakit ini, maka pendarahan sudah menyebar kemana-mana. Paru-parunya terendam darah.”
“Saya berlari-lari mencari bantuan. Ada lima rumah sakit yang saya hubungi, kelima-limanya tidak sanggup memberikan pertolongan. Wajah dan dada anak saya sudah seperti balon berwarna ungu tua. Dan suaranya itu yang mengerikan…. grrkk… grrk…. Persis seperti orang yang habis digorok. Akhirnya, barulah di rumah sakit ke enam anak saya diterima dan mereka langsung melakukan pembedahan setelah sebelumnya mengatakan bahwa mereka membutuhkan uang Rp 30 juta untuk melakukan pembedahan tersebut. Saya berlari-lari lagi ke sana kemari mencari bantuan dan terkumpullah Rp 5 juta rupiah. Lalu operasi pun dilakukan malam itu juga. Semua darah yang menggenangi paru-paru anak saya dikeluarkan melalui sebuah selang yang cukup besar melalui mulut. Juga darah-darah beku yang ada di seputar kepala, wajah, leher dan dadanya.”
“Akhirnya, satu bulan anak saya di ICU dalam keadaan koma. Suami saya sudah menguatkan saya, dan meminta saya untuk ikhlas. Bu, jujur, saya waktu itu sudah ikhlas. IKhlas sekali. Tapi saya tetap tidak berhenti berdoa. Saya berdoa terus dan terus hingga bibir saya kering dan pecah-pecah. Saya benar-benar berharap Allah akan memberikan mukjizat pada saya.”
“Selama ini, saya benar-benar ikhlas dengan semua kehidupan saya yang miskin. Saya tidak pernah protes pada Allah. Saya bisa bekerja, saya bersyukur. Saya bisa makan, saya bersyukur. Saya harus berpuasa karena tidak punya uang untuk membeli makananan, saya bersyukur. Saya harus terbaring sakit dan tidak dapat bekerja, saya juga tetap bersyukur. Saya tidak pernah menuntut yang aneh-aneh pada Allah. Saya juga tidak pernah mengajukan protes kepada Allah. Jadi, ketika anak saya sakit, saya bilang sama Allah, bahwa kali ini, saya akan menggunakan hak saya untuk meminta sebagai hamba Allah. Saya ingin meminta kesembuhan untuk anak saya.”
Aku (ade anita) merinding mendengar doa si ibu ini. Sekian lama, terlalu banyak aku berhadapan dengan banyak orang dan kebanyakan dari mereka selalu punya banyak keinginan yang dipanjatkan pada Tuhan mereka. Ada yang berdoa dengan cara santun dan lemah lembut, ada juga yang berdoa dengan memaksa Tuhan mereka agar mengabulkan permintaan mereka. Tapi baru kali ini aku mendengar seorang ibu yang menangguhkan semua permintaannya untuk kehidupannya, karena ingin doa yang menjadi haknya untuk meminta sesuatu pada Tuhan itu, diberikannya pada anaknya di saat yang benar-benar tepat.
Bunda. Di telapakmu ada surga. Di tanganmu ada doa. Dan di dalam hatimu selalu terselip kasih dan sayang.
Tepat satu bulan, anaknya pun siuman. Subhanallah.
Tapi perjuangannya belum selesai sampai disini. Masih ada hari-hari panjang penyembuhan. Pada pasien dengan cidera otak berat, tidak ada pemberian obat untuk menghilangkan rasa sakit. Maka dari hari ke hari, yang harus dihadapi oleh si ibu adalah lolongan kesakitan si anak. Tengkorak anaknya dibolongi dengan diameter 10 cm. Potongan tulang tengkorak itu retak, dan dokter mencangkokannya di daerah pinggul si anak agar tulang tengkorak itu bisa merecover diri sendiri. Satu bulan kemudian, tulang tengkorak yang dicangkokkan di bagian pinggul si anak ini tumbuh dan setelah bentuknya rapat lagi, kembali tulang ini dipindahkan ke kepala si anak. Dijahit lagi untuk menutupi lubang yang menganga di kepalanya tersebut.
Sisa hari selanjutnya adalah terapi untuk menyatukan kembali seluruh syaraf.
“Jadi, kadang dalam satu hari anak saya terus menerus tertawa tiada henti. Ini karena syarat tawanya sedang bekerja. Lalu satu hari penuh terus menerus menangis. Satu hari terus menerus menendang, satu hari terus menerus memukul, meninju, memaki, sedih, senang…. satu persatu semuanya muncul. Saya seperti sedang menyaksikan seorang robot. Dan kembali saya berdoa. Saya tidak ingin anak saya sembuh dan menjadi anak yang idiot. Alhamdulillah anak saya akhirnya sekarang sembuh dan tidak idiot. Dia normal.”
Dan memang demikianlah pemandangan yang saya saksikan di hadapan saya semalam. Seorang anak normal yang tidak berbeda dengan anak-anak lain.
“Waktu koma, apa yang kamu impikan?”
“Saya bermimpi bertemu dengan nabi Ibrahim. Dia berpakaian serba putih, berjanggut. DIrinya amat sangat bercahaya sehingga amat susah payah saya melihatnya. Saya pun memajukan lengan saya, untuk melindungi cahaya silau yang menyertai kedatangan nabi Ibrahim tersebut. Lalu, nabi IBrahim tersebut berkata pada saya… “agri, jangan nakal ya. Berbaktilah pada ibumu. Sekarang, pulanglah lagi.”… lalu saya langsung ada di lapangan rumput yang hijau… terus main bola deh. Asyik banget. Sampai akhirnya dibangunkan. dan ada ibu di samping saya….mak, makasih ya.”..” Si anak sambil mengucapkan terima kasih menatap ibunya yang menatapnya masih dengan pandangan rasa syukur. Si ibu lalu menggenggam jemari anaknya dan menciuminya dengan penuh rasa syukur.
“Jangan nakal lagi ya nak nak.”
“Nggak mak. Agri nggak akan nakal, Agri dah janji sama Allah, Agri mau jadi dai.”
Dan memang demikianlah keadaan anak ini sekarang. Setiap pagi dia selalu berdzikir Al Fathihah sebanyak 100 kali.
Lalu saya kehabisan kata-kata. Untuk pertama kalinya, saya diberi karunia pemandangan sebuah mukjizat yang luar biasa.
[]
(menulis masih dengan rasa amazing yang luar biasa. Subhanallah, kuasa Allah benar-benar luar biasa).
Jakarta, 9 Juni 2010
foto ini adalah hasil gambar anak saya, Swarnasari.. menceritakan tentan induk ayam yang selalu melindungi anak-anaknya. Anak si ibu tersebut memang berjumlah tiga orang.