Oleh Syaiful Alim
I
Negeri kami kaya raya
tapi kami banyak yang tidur di pinggir jalan raya.
Negeri kami subur
tapi kami makan beras impor
dan ikan dari singapura dan kuala lumpur.
Negeri kami makmur
tapi jutaan rakyatnya menjemur
basah luka di panas matahari
sudah lama dilindas dilibas reroda kuasa
yang berlumur dosa.
Luka kami jadi jamur
tumbuh di sekejur tubuh
yang membuat mata kami lamur
menanti mati dikubur umur.
Ke mana sumur-sumur kami
tempat mandi, mencuci, dan membasahi
kemarau yang kian birahi.
Ke mana sungai-sungai kami
tempat hanyutkan derit derita
dan jerit sakit berabad lama.
Hutan-hutan mulai gundul
kebun sawah ladang sudah susah dicangkul
anak-anak kami kian sulit digamit dan dirangkul
karena dapur berhari-hari tak mengepul.
II
Lihatlah kaum beragama negeri kami
pandai berakrobat ayat suci
sebagai siasat mengembat kursi.
Lihatlah artis aktor negeri kami
tidak hanya pintar aksi di televisi
tapi juga mencalonkan diri jadi bupati
walikota, dan gubernur cuma bermodal pesona berahi.
Lihatlah rakyat negeri kami
dibiarkan sekarat sampai berkarat keringat.
Beribu-ribu mengungsi
ke negeri orang mencari sekerat roti
meski dicaci maki, disetrika, diperkosa
dan dijual di tempat-tempat prostitusi.
Lihatlah anggota dewan kami
enak naik sedan produk luar negeri
rakyat bersedu sedan, berjejal-jejal pantat
berdiri bergelantungan bagai monyet
di tiang besi bis kota tua terkutuk
bau apek bau keringat busuk
menusuk-nusuk indra cium
belum lagi jemari-jemari
yang mengendap-ngendap dompet
hendak mencopet.
Lihatlah pejabat-pejabat kami
mereka sudah berubah jadi tikus-tikus berdasi
sementara kami makan nasi basi.
Aduhai serdadu yang lihai melesatkan peluru
sesatkan arah tuju ke kepala koruptor-koruptor itu
jangan kau bidik rakyat cilik
mereka sudah lama berdarah tercabik.
Negeri kami kotor
oleh ulah teror penjarahan upah buruh
dan kami pasti kalah oleh leleh peluru yang luruh
dari mulut-mulut pejabat yang tiba-tiba jadi tikus sawah
mencuri keringat, air mata, dan mata air yang sepuh
tertanam di tubuh melepuh.
III
Kami ingin menangis
tapi air mata habis.
Kami ingin tertawa
tapi duka senantiasa terbawa.
Kami ingin teriak mengoyak langit
tapi kami kehilangan suara jerit.
Kami ingin bersaksi di hadapan matahari
tapi matahari sudah mereka beli.
OH NEGERI KAMI BEGITU NGERI DAN NYERI
[]
Khartoum, Sudan, 2010.