Oleh Afrilia Utami
/1/
Apaapa yang kauhasratkan
Hanyalah menjadi syahwat jelmaan
Dalam tungku ruas jejadi bebatu
Bertulis di atas profan Sang Empu
pembuat waktu
/2/
Mengapaapa kau tanyakan awal
Yang sudah tak pernah bermulai
Mati dalam keabadian. hidup menuai
Hidup di sangkar kematian tak kenal amal
/3/
Kapanmengapa kau anggap Tuhanmu ada
Sementara yang kaupuja hanyakeinginan semata
Duniawi kaugenggam dengan api yang menyala
Sementara Tuhanmu kau biar terlupa
/4/
Siapakapan mulutmu pandai berubah raut
Seolah dua,empat rupa butuh ari pembalut
Kau terlalu senang menantang maut-maut
Dengan kerdilnya selaput akal dan nafsu berturut
/5/
Dimanasiapa gua-gua saling menungging guling
Di Lorong-lorong dinding-dinding mendaging
:: Kuning gading !
[]
19 September 2010
Tinggalkan komentar | tags: api, duniawi, empu, menyala, profan, syahwat, tuhan, tungku ruas, waktu | posted in Sajak & Puisi
Oleh Afrilia Utami
Berdayun-dayun langkah Diri memapah ilusi khayalan
Ke arah ujung sunyi, mencari sejatinya palung kebenaran
Malam penuh gemintang dan rembulanpun mengambang di angkasa
Ah, mereka melingkar tari di ruas-ruas keheningan
Indah mereka bertari temaram dalam biduan
Kelana merombak penuh kepatuhan, Kau cari arti Dirimu
Setelah bangkit dari ketidakberdayaan, diantara kepolosan
Yang melengket dan tuntutan nafsu duniawi yang merajalela,
Di tempuh kelelahan itu secara sadar melingkar di leher nadi
Mendaki menapaki undakan batu, mengitari bukit-bukit merakit
Sang Elang melayang lincah di Mata Langit
Diceruk yang teduh, kembali aku mengeja penderitaan
Aku menafsir kebahagiaan
Dari sekedar berpotret untuk kenangan
Atau, bersilaturahmi dengan Kelana lain
Aku tanggalkan
Satu per-satu harapan
Sebelum akhirnya hanya menjadi angan
Aku tahan, secarik surat yang berisi 8956 pertanyaan
Diam beradu diantara damar kerinduan
Seperti mengisyaratkan tentang kehilangan
Aku tidak tidur Dua Ratus Tahun
Selayak linglung diri mengejar hari
Aku lupa hari,
Lupa abad
Lupa Waktu
Lupa Tempat
Yang Kutempati
Aku bagai menemukan diri
Disebuah peradaban yang tak ku kenali
Kelana yang lupa ingatan
Bagai gasing mengitari porosnya
Mengingatkan Langkah tersapu tak terarah
“Disana ..
Di tempat yang pernah hilang, digarap kelabu bayang
Aku buat Mizanku
Mencatat hari-hari hilang
Tak terukur tumpuan kerling pijakan
Tak terukur busuk lidah acapkali tersungkur kezhaliman”
18 Juni 2010,
[]
![Afrilia Kelana Utami_Kelana Peradaban_foto naskah](https://theindonesianwriters.wordpress.com/wp-content/uploads/2010/07/afrilia-kelana-utami_kelana-peradaban_foto-naskah.jpg?w=490)
Tinggalkan komentar | tags: abad, angkasa, batu, bayang, biduan, bukit, damar, diri, duniawi, elang, harapan, ilusi, indah, kebenaran, kezhaliman, khayalan, langit, leher, mata, mizan, nafsu, peradaban, polos, rembulan, sunyi, tari, tidur, waktu | posted in Sajak & Puisi